Breaking News

Melawan Debu dan Kejahatan Lingkungan: Warga Kelurahan Sagerat weru Dua Desak APH Tutup Galian C 'Oma Sabina' yang Diduga Ilegal



Bitung, [02 Desember 2025] – Aktivitas penambangan pasir (Galian C) di wilayah Tontalete, Minahasa Utara, yang dikelola oleh seorang yang dikenal sebagai "Oma Sabina," telah memicu keresahan dan kemarahan publik. Warga mendesak aparat penegak hukum (APH), termasuk Kapolres dan Kapolda, untuk segera menutup lokasi tersebut lantaran dioperasikan tanpa dokumen resmi dan menimbulkan gangguan kesehatan serius bagi masyarakat.

​Ancaman ISPA dan Pengabaian Pengelola

​Keresahan warga dipicu oleh lalu lintas harian mobil dumptruk pengangkut pasir yang masif. Meskipun lokasi tambang berada di Minahasa Utara, armada pengangkut pasir disebut kerap melintasi jalan umum di Kelurahan Sagerat Weru Dua, Kecamatan Matuari, Kota Bitung. 


​"Kami sangat menderita akibat debu. Kondisi ini sudah menyebabkan banyak warga, terutama anak-anak, mengalami Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)," keluh seorang perwakilan warga yang meminta identitasnya dirahasiakan

​Warga menuding pengelola Galian C, "Oma Sabina," telah tutup mata dan tidak menghiraukan keluhan masyarakat mengenai dampak lingkungan dan kesehatan yang ditimbulkan.

​Melanggar UU: Ancaman Pidana Hingga Rp10 Miliar

​Puncak kekesalan warga didasarkan pada dugaan kuat bahwa operasi Galian C tersebut tidak mengantongi izin resmi dan bersifat ilegal.


​"Terungkap bahwa pengelolaan lokasi galian C dari Oma Sabina ini tidak memiliki dokumen dan diduga keras beroperasi secara ilegal," tegas warga.

​Dalam konteks hukum pertambangan Indonesia, Galian C (seperti pasir dan kerikil) kini diklasifikasikan sebagai komoditas Batuan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), setiap kegiatan pertambangan wajib memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Pemerintah Pusat (Menteri ESDM)

​Kegiatan penambangan tanpa izin resmi merupakan tindak pidana pertambangan. Pelaku yang terbukti melakukan usaha penambangan tanpa izin dapat diancam dengan hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar (Pasal 158 UU Minerba)

​Selain sanksi pidana, penambangan ilegal juga melanggar ketentuan Undang-Undang Lingkungan Hidup, terutama terkait keharusan memiliki dokumen lingkungan seperti UKL/UPL atau AMDAL serta kewajiban reklamasi pasca-tambang. Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan menjadi tanggung jawab penuh penambang

​Desakan Penutupan Segera

​Mengingat dugaan ilegalitas yang berpotensi merugikan negara dan terbukti merusak kesehatan warga, masyarakat meminta APH segera bertindak.

​"Kami meminta kepada Bapak Kapolres dan Kapolda agar segera menutup lokasi galian C milik Oma Sabina. Operasi ini sudah jelas melanggar hukum dan mengancam kesehatan kami. Jangan biarkan praktik ilegal terus berjalan di wilayah kami," tuntut warga.

​Hingga berita ini diterbitkan, pihak kepolisian dan pengelola Galian C "Oma Sabina" belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan operasi ilegal dan desakan penutupan dari masyarakat Minahasa Utara dan Bitung.

© Copyright 2022 - KRIMSUS TIMES